Setiap etnik tertentu pasti memiliki kearifan budaya lokal. Cerita soal bondo saya dapatkan ketika bersama rekan petualang ACI 2011, Tim Jawa II mengunjungi Masjid Kauman Semarang di hari pertama (Minggu, 2/10 2011).
Bondo sebenarnya berarti benda (harta) dalam bahasa Jawa. Beberapa masjid-masjid di Jawa biasanya memiliki harta benda, yang tentunya milik umat. Kebanyakan berupa tanah atau lahan perkebunan. Nah, karena bukan milik pribadi tentu sulit menggarap lahan tersebut supaya produktif secara komunal. Dengan sistem bondo, siapa pun bisa menggarap tanah masjid untuk ditanami padi, palawija, atau tanaman pangan lain. Setelah panen, hasilnya akan dibagi dengan komposisi sesuai kesepakatan. Bagian untuk masjid akan dipergunakan untuk membiayai operasional sehari-hari masjid.
Keluarga yang menggarap tanah bondo masjid diupayakan sedapat mungkin yang tidak atau kurang memiliki lahan sebagai sumber penghasilan. Dengan demikian, secara tidak langsung jamaah masjid membantu ekonomi saudara mereka yang kurang beruntung. Suatu konsep tradisional yang benar-benar menyejukkan bukan? Dalam Islam pun dijelaskan, ukhuwah Islamiah sama halnya seperti satu tubuh yang lengkap. Jika satu anggota tubuh sakit, anggota tubuh yang lain akan merasakan sakit pula.
Khusus di Masjid Kauman Semarang, dari salah seorang pengurus masjid tersebut, saya mengetahui dulunya masjid tua ini dulunya memiliki banyak bondo. Jumlahnya sampai ratusan hektar sawah. Sampai sekarang tradisi bondo masih dilestarikan. Hanya saja, untuk memudahkan administrasinya, pengelolaan bondo dilakukan oleh Kantor Kementerian Agama daerah setempat. Lebih istimewa lagi bagi masyarakat Semarang, khususnya yang berada di sekitar Masjid Kauman, tanah bondo masjid tersebut berguna bagi penduduk Jawa Tengah. Areal Masjid Agung Jawa tengah di Desa Sambirejo, Gayamsari, Semarang, adalah adalah bondo milik Masjid Kauman Semarang. Dari Masjid Agung Semarang nan megah ini juga, kami sempat membuat foto lanskap Semarang malam hari dari Tower Al-Husna.
Kalau jeli, sebenarnya banyak tradisi di Jawa yang membuktikan budaya mereka sangat menjunjung tinggi kemanusiaan. Tinggal kita untuk berusaha menggali dan membudayakannya kembali. Sejahteralah Jawa-ku, Sejahteralah Indonesia-ku!
No comments:
Post a Comment