Showing posts with label tembang kenangan. Show all posts
Showing posts with label tembang kenangan. Show all posts

MENGENANG MASA KECIL KOES BERSAUDARA

Saya Koesdjono alias John Koeswoyo , merasa mampu berbuat sesuatu untuk masyarakat . Orang boleh tidak percaya , tapi saya pribadipun mengalami hal yang menyebalkan sepanjang pengalaman hidup saya mulai sejak umur Tiga Tahun . Siapa manusia yang tak pernah merasa sebal dengan dirinya sendiri ? Hidup tak selalu indah , bukan ? Atau hidup ini teramat Indah di mana letak keindahan hidup itu ? Di Telaga Sunyi Di Pagi Yang Indah Sekali ?

    Seni musik Indonesia dewasa ini sedangkuat berkembang . Terutama di bidang Lagu-lagu hiburan yang pop . Semua adikku yang Laki-laki : Ton , Nomo , Yon Dan Yok , Sedang “Kiprah” , berkecimpung dalam dunianya: Dunia musik yang gemerlapan , penuh pujian dan seakan tak pernah bebas dari kegembiraan hati . Bernyanyi , bernyanyi , Mereka bernyanyi setiap saat: Di radio , Di televisi , Di panggung delapan penjuru Kota Negri ini , Sampai Ke Timor Portugis . Bernyanyi untuk masyarakat dan untuk diri mereka sendiri . Dan , Anda ingin tahu perjalanan nasib Tokoh Tokoh musik pop Indonesia Itu ? Marilah saya ceritakan . secara sederhana , Gamblang dan apa adanya . Untuk saya pribadi , Menceritakan Kisah Koeswoyo Bersaudara tak berarti apa-apa , Selain bahwa saya ingin berbuat suatu itu , Sesuatu yang selalu menyentak kalbu saya . Tahukah? Saya ingin pula menjunjung nama Koeswoyo namun saya tak ingin berlindung di bawah payung populatiras adik-adik saya yang hebat itu. Saya , John Koeswoyo, Ingin menjadi seorang Koeswoyo yang mandiri, Yang pada saat orang menyebut nama saya tidak lagi di embeli-embeli Kalimat: “Ooh, Itu John , Kakak Tony , Nomo , Yon Dan Yok Yang Terkenal:   !”.  Saya ingin orang menyebut saya: “Oh, itu Jhon Koeswoyo”. Ketika Teguh Esa selalu mendesak agar saya segera mulai mengusir rasa malas , Maka saya tahu bahwa saya harus mulai. Atau saya akan hilang di makan angin , Seperti kata teguh Esa Yng Energik itu .
    Band Koes Bersaudara yang asli terdiri dari 5 (Lima) orang anak lelaki Pak Koeswoyo Mereka Adalah Jhon Pada Bass Gitar , Ton pada melodi gitar , Nomo pada drums , Yon dan Yok berduet menyanyi sambil main gitar pengiring .
    Sejak Tahun 1964 saya meninggalkan band Koes Bersaudara, Pulang ke Tuban, bertualang sebagai Nelayan di Kampung Halaman . Lalu kembali ke Jakarta, Jadi mandor bangunan, Juru tulis pada sebuah perusahaan Negri, Lalu macam-macam, Akhirnya semi-pengangguran alias tak punya pekerjaan tetap yang Terhormat. Saya telah lelah bertualang , Terlalu lelah bekerja dibawah Komando orang lain. Saya ingin, ingin selalu berdikari, Dengan harta cukup untuk biaya keluarga sehari-hari, terutama untuk biaya sekolah anak-anak yang saya cintai. Betapapun manisnya, betapapun enaknya, Tak pernah puas menjadi semacam parasit bagi orang lain, Walaupun saudara kandung sendiri. Ton, Nomo, Yon dan Yok sangat banyak dan sering Men-drop uang dan materi untuk saya dan keluarga, Sumbangan yang tulus itu sampai kapanpun akan saya paku di dalam hati saya, Dan saya yakin bahwa paku itu tak akan pernah berkarat. Terimakasih saya pada adik-adik itu tak dapat saya ungkapkan seluruhnya dengan kata-kata. Saya terharu, saya menangis keanehan diri saya. Tapi baiklah. Tangisan yang berlarut-larut akan semakin membuat saya gila. Saya harus selalu berbuat sesuatu yang bermanfaat. Jika dimusik saya kepentok oleh tembok tembok reputasi adaik-adikku itu, di bidang lain saya harus bangkit. Bukan sembarang bidang, tapi saya tetap ingin dalam lingkungan seni, seni sastra. All the beginnings are difficult, Mas Jhon , tapi kamu harus, harus, harus! Atau kamu akan hilang sia-sia dimakan umur, ditiup angin kehidupan yang tak pernah kompromi dengan ratap-tangis, demikian cambukan kata Teguh Esha yang mendera saya setiap saat. Oh, anak muda itu, kata katanya keras dan “kejam” , tapi itikadnya mulia. Dia tahu penderitaan kalbu saya, dia tahu peta kehidupan keluarga kami, dan dia menjadi penyangga mental saya yang nyaris ambruk. Sebagai sahabat dialah yang sejati bagi keluarga kami. Diluar pekarangan dia memuji tapi ketika berkumpul dia memberondongkan perkataan “sadis” dan “kejam” untuk perbaikan prestasi kamu bersaudara. Ketika Yon tak mendengarkan “nasehatnya”, dia sikat melalui tulisannya yang menghancurkan di Sonata. Sempat Yon marah-marah padanya, tapi akhirnya semuah mengerti kediriannya yang mantap di dalam tubuhnya yang mungil itu. Waduh, saya minta maaf jika saya kehilangan sistimatika dalam mengarang riwayat hidup Koes Bersaudara ini. Harap di maklumi karena saya belom pernah mengarang sepanjang ini. Saya cuma menuruti nasehat Teguh untuk menuliskan apa saja yang ada di dalam hati. Dia memang memberi resep dasar karang mengarang yang agak aneh : “Gebrak dahulu, urusan belakangan”.
  Koes Bersaudara mula mula berkurang dengan satu anggota, tapi masih tetap dengan nama aslinya. Menurut hemat saya seharusnya nama itu sudah berubah menjadi “KOES PLUS”. Nomo copot dan Murry masuk (plus). Kemudian Nomo bikin group band NO KOES bersama : Usman , Sofiyan , Said , Pompi dan Bambang Sampurno Karsono .
   Kedua gerombolan musik pop itu, Koes Plus kedalam pimpinan Tonny Koeswoyo dan No Koes dibawah Nomo Koeswoyo mengarungi angkasa hiburan seperti satelit-satelit dilangit. Sedang saya seperti meluncur kesepian seorang diri di angkasa lain yang dingin dan kelam. Dengan perasaan demikian itu saya ingin kembali memasuki lapisan “atmosfeer” kami sendiri. Sekedar menjadi sebuah cirit bintang, jika tak berhasil menjadi meteor besar Koeswoyo yang menyala-nyala.

   Koeswoyo. Nama itu berasal dari Tuban , Jawa Timur. Tuban merupan kota pelabuhan penting di jaman dulu , di kala Islam mulai mengembangi pulau Jawa. Banyak kiayi Arif lagi bijaksana di Tuban tempo doeloe.
  Tahun 1952, kami hijrah dari Tuban ke Jakarta. Kami tinggal di jalan Mendawai II No.14 Blok C, Kebayoran Baru. Jalan yang bersejarah , tempat lahir Koes Bersaudara Pelukis komik yang kini terkenal sebagai Jan Mintaraga juga bertempat tinggal di jalan itu dirumah Nomer 8 saya pikir, jalan kecil bukan jalan raya besar , sesuai namanya jalan Mendawei III (tiga) ternyata mampu melahirkan seniman pop kelas I (satu) di dunia masing-masing. Koes Bersaudara di musik pop. Jan Mintaraga di komik pop. Jalan yang bersejarah menyimpan banyak kedukaan dan kegembiraan hidup kami.
   Tahun 1967 kami pindah ke jalan Mendawai III ke jalan Sungai pawan ...  juga di lingkungan Blok C , Kebayoran Baru. Tapi sejak 1970 kami pindah ke jalan Haji Nawi, Kompleks Koes Bersaudara, sampai sekarang. Semua anggota Koes Bersaudara tinggal di kompleks itu , lengkap dengan istri dan anak masing-masing. Sayang Ibunya sudah meninggal di ujung tahun1969. Dan Sonya Tulaar, istri Yok juga meninggalkan kami untuk selama-lamanya, di ujung tahun 1973. Mudah-mudahan arwah Ibu dan Sonya ipar kami yang tercinta itu mendapat tempat yang lapang di alam baka. Amien, Ya Rabbial amin .
    Untuk pendahuluan ini ada baiknya saya perkenalkan nama dan urutan Koes Bersaudara yang 9 (Sembilan) orang jumlahnya.
No.1.  Tituk (perempuan), meninggal waktu bayi.
No.2.  John (penulis)
No.3.  Dien (perempuan), modiste “Suzana” di Jalan Raya Kebayoran Baru.
No.4.  Ton alias Tonny Koeswoyo, pemimpin Koes Plus.
No.5.  Nom Alias Nomo Koeswoyo, pemimpin No Koes dan manager pabrik.
No.6.  Yon, anggota Koes Plus, vokalis utama band itu.
No.7.  Yok, idem dito dengan piringan2 emas dan piala2nya.
No.8.  Miyi (perempuan), ibu rumah tangga yang baik dan pemain piano amatir.
No.9.  Ninuk (perempuan), masih sendirian, baru saja datang dari pengembaraan di  Australia. Pemain gitar dan organ yang lumayan.
   Itulah kami bersaudara. Sengaja belum saya sebutkan perihal keluarga masing-masing, karena ada riwayat tersendiri bagi ipar-ipar saya dan keponakan yang jumlahnya cukup banyak itu.
   Sembilan anak Koeswoyo dilahirkan di Tuban, di rumah yang sama, dengan pertolongan ibu bidan yang sama pula. Rumah itu terletak di Soekohardjo Straat No. 44, Tuban. Bidan penolong kami itu bernama Ibu Suncani. Beliau ramah, memiliki suara lembut dan enak di dengarkan. Tapi Ibu bidan yang baik itu telah meninggal dunia kini. Kepadanya, almarhum Ibu Suncani, yang telah menolong kami satu persatu bermunculan di muka bumi, tak lupa kami panjatkan doa ke hadlirat Allah Subhanahu Wa Taala, dengan keyakinan arwah Ibu bidan Suncani memperoleh tempat yang layak di sisinya.
    Untuk Ibu Koeswoyo, Ibu kandung Koes Bersaudara, tak ada kata-kata yang saya rasa cukup untuk menyatakan hormat dan terima kasih sayang seboru langit sedalam lautan pada kami semua, anak-anaknya yang nakal dan Pak Koeswoyo, suaminya yang Ibu cintai. Membuat senang hati beliau dengan cara duniawi sudah tak mungkin lagi bagi kami. Hanya doa yang dapat kami kirimkan kepada Ibu setiap hari Kami yakin Tuhan Allah SWT mendengar doa kami itu.
   Sepeninggal Ibu, ayah membangun sebuak komplex tempat tinggal untuk kami semua. Di sanalah Ayah tinggal, seorang diri di sebuah rumah di bagian pojok komplex Koes Bersaudara. Ukuran rumah Ayah saya kecil, 5 meter kali 9 meter. Di depan rumah di Tanami sepohon belimbing, pohon yang kata Ayah merupakan simbol pribadi orang Jawa.
   Sebuah gitar tua menemaninya. Di rumah kecil itu, di saat malam mengawini sepi, ayah menyentik senar gitar, menciptakan lagu-lagu indah dan komersil untuk Koes Plus maupun No Koes. Keroncong Pertemuan, Layang-layang, Mari Mari Oe berterus terang, Muda-Mudi, dan banyak lagi ciptaan ayah menjadi top hits di masyarakat. Tapi hingga kini belom sekalipun Ayah pernah menerima pala seperti Yok. Mudah-mudahan lain kali dapat.

  Suasana yang mengiringi peristiwa menjelang kelahiran adik-adikku semua, terasa sangat indah. Sedari Ibu perutnya besar dan sore hari Ibu berjalan jalan di perkarangan itu, bau wangi yang menyegarkan dari rumpun melati yang ditanam berbaris di kiri kanan jalan ke luar dari pendopo sampai ke pintu gerbang. Pohon pohon kepel yang berbentuk kerucut, tegak rapi seperti pengawal pengawal yang gagah dan sopan. Daun mudanya bening berwarna merah jambu. Seolah-olah tersenyum manis, menyejukkan hati barang siapa yang memandangnya. Suara bel sado dan derap kudanya di jalan aspal yang licin, menggema, dan tetap kedengaran walupun sudah jauh dari pandangan. Kicau burung di senja hari yang sedang sibuk berebut tempat istirahat di pohon rindang, nyaman di perasaan. Dan . . tak pernah kulupakan bau Enau de Cologne Ibu, sampai Ibu bersalin mengandung lagi, bersalin lagi, dan seterusnya sampai adikku Ninuk yang bungsu. Indah … indaaah, menyenangkan … itulah yang dapat kuingat.
   Berkali-kali saya menyaksikan perkembangan bayi menjadi kanak-kanak, kemudian remaja, lalu menjadi dewasa dan akhirnya tua. Perkembangan paling lucu ialah selagi umur 3 sampai 5 tahun, setelah itu ada bagian-bagian yang menjengkelkan. Bahkan setelah tua banyak bagian bagian yang memuakkan, termasuk diriku sendiri. Tentu saja banyak juga hal menyenangkan, terutama kalau manusia tua yang baik menurut penilaian saya: tidak sombong, penyantun, tidak kikir, tahu diri, cepat maklum tetapi tidak dungu.
   Sekian saja tulisan pendahuluan ini. Untuk selanjutnya saya akan masuki bagian yang lain. Mengenai silsilah keluarga kami, secara ringkas saja. Tapi ada suatu kalimat, sebuah perkataan Ibu yang ingin saya sampaikan pada anda sekalian, terutama kaum lelaki yang sukses dalam kehidupan ini. Kata Ibu: “ Barang siapa mencintai keluarganya, maka masyarakatpun akan cinta kepadanya”. Memang betul. Jika masyarakat mencintai diri kita, apa lagi yang membahagiakan ?
    Untuk mengenang Ibu, ada saya buat sebuah syair sederhana? Saya tahu bahwa syair ini tidak indah, tidak menuruti teori puisi, tapi saya hanya ingin menuliskan bisikan hati saya untuk seorang wanita sejati yang tak dapat saya balas budi dan kasih sayangnya. Inilah syair sederhana itu.
 
UNTUK IBU

Untuk mengenang Engkau aku tak akan
Untuk mengenang Engkau aku tak akan mengada ada.
Sebab orang yang tak tahu akan menangis karena Iba.
Orang yang mengerti akan geli tertawa.

Ibu, aku telah ditakdirkan menjadi anak pertama.
Tapi dalam hidupku telah penuh cacah noda dan dosa.
Karna perempuan dan uang aku lupa.

Di dalam lupa aku mengira aku ini bijaksana
Tingkah lakuku, falsafah kehidupan, benar semata mata.
Tidak, aku tak akan mabok selamanya.

Kini Ayah telah tua
Kami semua telah dewasa, katanya ……..
Siapa seharusnya memaklumi siapa?
Dari dulu kita hidup bersama.
Jalan dari mana mau ke mana ?
Mencapai cita-cita ?
Kebangungan jiwa ?
Kebangunan keluarga ? Kebangunan bangsa.
Ada yang pernah bicara tentang jiwa.
Jika kere kah atau jiwa Raya.
Siapah berjiwa apa ? mengapa ?
Akh, semua dungu …...... Dungu ……… tak tahu suatu apa.
Akhirnya ……… tammat saja di telan masa.
Semua di anggap omong kosong belaka.
Indahnya cintapun sia sia.
Namun aku yakin cinta itu bahagia.
“Cinta kepada sesamanya”.
“Cinta” itu pengorbanan yang rela.
Aku tahu Ibu telah berkorban
Segala-galanya .. ..
Untuk keluarga
Hayo … siapa bilang cinta kepada ibunya ?
Ikuti jejak Ibu demi kebangunan keluarga.

Bangsa yang jaya adalah kumpulan dari
keluarga yang bahagia ?
Adakah ini semacam igauan belaka ?
Ataukah gugurnya buah ranum yang
berisi dosa ?
Sudah . . Sudah …… berkepanjangan …
Mengerti ?
Diam. Tak usah banyak bicara .

Dewan Adat Dayak Kalteng Minta FPI Hormati Kearifan Lokal

PALANGKARAYA--MICOM: Wakil Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Kalimantan Tengah (Kalteng) Lucas Tingkes meminta pengurus pusat Front Pembela Islam (FPI) menghormati kearifan lokal suku Dayak yang menolak kehadiran ormas itu di Kalteng.

"Kalau memang FPI cinta damai dan menghormati orang lain, seharusnya jangan memaksakan diri untuk membentuk organisasi tersebut di Kalteng. Hormati keputusan warga setempat dan jangan membawa-bawa nama agama untuk permasalahan ini," kata Lucas di Palangkaraya, Senin (13/2).

Lucas membantah penolakan FPI di Kalteng atas instruksi Gubernur Agustin Teras Narang. Penolakan terhadap FPI tersebut murni suara masyarakat Dayak dan itu semua dapat dibuktikan.

Menurutnya, unjuk rasa yang sempat merusak rumah calon pengurus FPI terjadi akibat kekecewaan masyarakat. Meski sudah dilarang, pengurus FPI pusat masih memaksakan diri untuk menghadiri pengukuhan FPI di Kalteng. "Namun kerusakan tersebut nantinya akan dipertanggungjawabkan oleh Gerakan Pemuda Dayak Indonesia Kalteng. Salah satunya dengan mengganti kerugian. Kami tidak ingin sesama warga setempat terjadi perselisihan. Semua masalah sudah terselesaikan dengan baik," ucapnya.

Lucas juga menjelaskan, alasan penolakan terhadap FPI di Kalteng segera disosialisasikan. Sebab, banyak masyarakat yang memberikan dukungan, namun minta penjelasan terkait masalah tersebut.

Berbagai tokoh masyarakat lintas agama, suku, dan ormas, serta Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (FKPD) Kalteng sepakat menolak pelantikan FPI di kawasan setempat. Hal itu dibuktikan dengan adanya surat pernyataan sikap yang menolak kehadiran FPI di Kalteng dan ditandatangani oleh tokoh masyarakat lintas agama, suku, dan Ormas.

Bondo, Kearifan Budaya Lokal Jawa!

Setiap etnik tertentu pasti memiliki kearifan budaya lokal. Cerita soal bondo saya dapatkan ketika bersama rekan petualang ACI 2011, Tim Jawa II mengunjungi Masjid Kauman Semarang di hari pertama (Minggu, 2/10 2011).
Bondo sebenarnya berarti benda (harta) dalam bahasa Jawa. Beberapa masjid-masjid di Jawa biasanya memiliki harta benda, yang tentunya milik umat. Kebanyakan berupa tanah atau lahan perkebunan. Nah, karena bukan milik pribadi tentu sulit menggarap lahan tersebut supaya produktif secara komunal. Dengan sistem bondo, siapa pun bisa menggarap tanah masjid untuk ditanami padi, palawija, atau tanaman pangan lain. Setelah panen, hasilnya akan dibagi dengan komposisi sesuai kesepakatan. Bagian untuk masjid akan dipergunakan untuk membiayai operasional sehari-hari masjid.
Keluarga yang menggarap tanah bondo masjid diupayakan sedapat mungkin yang tidak atau kurang memiliki lahan sebagai sumber penghasilan. Dengan demikian, secara tidak langsung jamaah masjid membantu ekonomi saudara mereka yang kurang beruntung. Suatu konsep tradisional yang benar-benar menyejukkan bukan? Dalam Islam pun dijelaskan, ukhuwah Islamiah sama halnya seperti satu tubuh yang lengkap. Jika satu anggota tubuh sakit, anggota tubuh yang lain akan merasakan sakit pula.
Khusus di Masjid Kauman Semarang, dari salah seorang pengurus masjid tersebut, saya mengetahui dulunya masjid tua ini dulunya memiliki banyak bondo. Jumlahnya sampai ratusan hektar sawah. Sampai sekarang tradisi bondo masih dilestarikan. Hanya saja, untuk memudahkan administrasinya, pengelolaan bondo dilakukan oleh Kantor Kementerian Agama daerah setempat. Lebih istimewa lagi bagi masyarakat Semarang, khususnya yang berada di sekitar Masjid Kauman, tanah bondo masjid tersebut berguna bagi penduduk Jawa Tengah.  Areal Masjid Agung Jawa tengah di Desa Sambirejo, Gayamsari, Semarang, adalah adalah bondo milik Masjid Kauman Semarang. Dari Masjid Agung Semarang nan megah ini juga, kami sempat membuat foto lanskap Semarang malam hari dari Tower Al-Husna.
Kalau jeli, sebenarnya banyak tradisi di Jawa yang membuktikan budaya mereka sangat menjunjung tinggi kemanusiaan. Tinggal kita untuk berusaha menggali dan membudayakannya kembali. Sejahteralah Jawa-ku, Sejahteralah Indonesia-ku!


Koes Plus

Koes Plus adalah grup musik Indonesia yang dibentuk pada tahun 1969 sebagai kelanjutan dari grup Koes Bersaudara. Grup musik yang terkenal pada dasawarsa 1970-an ini sering dianggap sebagai pelopor musik pop dan rock 'n roll di Indonesia. Sampai sekarang, grup musik ini kadang masih tampil di pentas musik membawakan lagu-lagu lama mereka, walaupun hanya tinggal dua anggotanya (Yon dan Murry) yang aktif.
Lagu-lagu mereka banyak dibawakan oleh pemusik lain dengan aransemen baru. Sebagai contoh, Lex's Trio membuat album yang khusus menyanyikan ulang lagu-lagu Koes Plus, Cintamu T'lah Berlalu yang dinyanyikan ulang oleh Chrisye, serta Manis dan Sayang yang dibawakan oleh Kahitna

.

Anggota grup

Koes Bersaudara 1960 -1963
  1. John Koeswoyo - (Koesdjono)
  2. Tonny Koeswoyo - (Koestono)
  3. Yon Koeswoyo - (Koesjono)
  4. Yok Koeswoyo - (Koesrojo)
  5. Nomo Koeswoyo - (Koesnomo)
Koes Bersaudara 1963 - 1968
  1. Tonny Koeswoyo
  2. Yon Koeswoyo
  3. Yok Koeswoyo
  4. Nomo Koeswoyo
Koes Plus 1969 - 1987
  1. Tonny Koeswoyo
  2. Yon Koeswoyo
  3. Yok Koeswoyo
  4. Murry - (Kasmurry)

 

Perjalanan karier

Kelompok ini dibentuk pada tahun 1969, sebagai kelanjutan dari kelompok “Koes Bersaudara”. Grup yang berasal dari Tuban ini menjadi pelopor musik pop dan rock 'n roll, bahkan pernah dipenjara karena musiknya yang dianggap mewakili aliran politik kapitalis. Di saat itu sedang garang-garangnya gerakan anti kapitalis di Indonesia.

Era Orde Lama

Pada Kamis 1 Juli 1965, sepasukan tentara dari Komando Operasi Tertinggi (KOTI) menangkap kakak beradik Tony, Yon, dan Yok Koeswoyo dan mengurung mereka di penjara Glodok, kemudian Nomo Koeswoyo atas kesadaran sendiri, datang menyusul. Adik Alm Tony Koeswoyo itu rupanya memilih "mangan ora mangan kumpul" ketimbang berpisah dari saudara-saudara tercinta. Adapun kesalahan mereka adalah karena selalu memainkan lagu - lagu The Beatles yang dianggap meracuni jiwa generasi muda saat itu. Sebuah tuduhan tanpa dasar hukum dan cenderung mengada ada, mereka dianggap memainkan musik "ngak ngek ngok" istilah Pemerintahan berkuasa saat itu, musik yg cenderung imperialisme pro barat. Dari penjara justru menghasilkan lagu-lagu yang sampai saat sekarang tetap menggetarkan, "Didalam Bui", "jadikan aku dombamu", "to the so called the guilties", dan "balada kamar 15". 29 September 1965, sehari sebelum meletus G 30 S-PKI, mereka dibebaskan tanpa alasan yang jelas.belakangan setelah Peristiwa itu berlalu,Koes Bersaudara yang masih hidup dan menginjak usia tua melakukan testimoni di depan pemirsa acara talkshow KICK ANDY (Metro TV)pada akhir 2008 bahwa di balik penangkapan mereka sebenarnya pemerintahan Soekarno menugaskan mereka dalam sebuah operasi Kontra Intelejen guna mendukung gerakan Ganyang Malaysia.

Dari Koes Bersaudara menjadi Koes Plus

Dari kelompok Koes Bersaudara ini lahir lagu-lagu yang sangat populer seperti “Bis Sekolah”,“ Di Dalam Bui”, “Telaga Sunyi”, “Laguku Sendiri” dan masih banyak lagi. Satu anggota Koes Bersaudara, Nomo Koeswoyo keluar dan digantikan Murry sebagai drummer. Walaupun penggantian ini awalnya menimbulkan masalah dalam diri salah satu personalnya yakni Yok yang keberatan dengan orang luar. Nama Bersaudara seterusnya diganti dengan Plus, artinya plus orang luar: Murry.
Sebenarnya lagu-lagu Koes Bersaudara lebih bagus dari segi harmonisasi ( seperti lagu “Telaga Sunyi”, “Dewi Rindu” atau “Bis Sekolah”) dibanding lagu-lagu Koes Plus. Saat itu Nomo, selain bermusik juga mempunya pekerjaan sampingan. Sementara Tonny menghendaki totalitas dalam bermusik yang membuat Nomo harus memilih. Akhirnya Koes Bersaudara harus berubah. Kelompok Koes Plus dimotori oleh almarhum Tonny Koeswoyo (anggota tertua dari keluarga Koeswoyo). Koes Plus dan Koes Bersaudara harus dicatat sebagai pelopor musik pop di Indonesia. Sulit dibayangkan sejarah musik pop kita tanpa kehadiran Koes Bersaudara dan Koes Plus.
Tradisi membawakan lagu ciptaan sendiri adalah tradisi yang diciptakan Koes Bersaudara. Kemudian tradisi ini dilanjutkan Koes Plus dengan album serial volume 1, 2 dan seterusnya. Begitu dibentuk, Koes Plus tidak langsung mendapat simpati dari pecinta musik Indonesia. Piringan hitam album pertamanya sempat ditolak beberapa toko kaset. Mereka bahkan mentertawakan lagu “Kelelawar” yang sebenarnya asyik itu.
Kemudian Murry sempat ngambek dan pergi ke Jember sambil membagi-bagikan piringan hitam albumnya secara gratis pada teman-temannya. Dia bekerja di pabrik gula sekalian main band bersama Gombloh dalam grup musik Lemon Trees. Tonny yang kemudian menyusul Murry untuk diajak kembali ke Jakarta. Baru setelah lagu “Kelelawar” diputar di RRI orang lalu mencari-cari album pertama Koes Plus. Beberapa waktu kemudian lewat lagu-lagunya “Derita”, “Kembali ke Jakarta”, “Malam Ini”, “Bunga di Tepi Jalan” hingga lagu “Cinta Buta”, Koes Plus mendominasi musik Indonesia waktu itu.

Kiblat Musik Pop Indonesia

Dengan adanya tuntutan dari produser perusahaan rekaman maka group-group lain yang “seangkatan” seperti Favourites, Panbers, Mercy's, D'Lloyd menjadikan Koes Plus sebagai “kiblat”, sehingga group-group ini selalu meniru apa yang dilakukan Koes Plus, pembuatan album di luar pop Indonesia, seperti pop melayu dan pop jawa menjadi trend group-group lain setelah Koes Plus mengawalinya.

"Seandainya kelompok ini lahir di Inggris atau AS bukan tidak mungkin akan menggeser popularitas Beatles
“Lagu Nusantara I” (Volume 5), “Oh Kasihku” (Volume 6), “Mari-Mari” (Volume 7), “Diana” dan “Kolam Susu” ( Volume 8) merajai musik pop waktu itu. Puncak kejayaan Koes Plus terjadi ketika mereka mengeluarkan album Volume 9 dengan lagu yang sangat terkenal “Muda-Mudi” (yang diciptakan Koeswoyo, bapak dari Tonny, Yon dan Yok). Disusul lagu “Bujangan” dan “Kapan-Kapan” dari volume 10. Masih berlanjut dengan lagu “Nusantara V” dari album Volume 11 dan “Cinta Buta” dari album Volume 12.
Bersamaan dengan itu Koes Plus juga mengeluarkan album pop Jawa dengan lagu yang dikenal dari tukang becak, ibu-ibu rumah tangga, hinga anak-anak muda, yaitu “Tul Jaenak” dan “Ojo Nelongso”. Belum lagi lagu mereka yang berirama melayu seperti “Mengapa”, “Cinta Mulia” dan lagu keroncongnya yang berjudul “Penyanyi Tua”. Sayang sekali di setiap album yang mereka keluarkan tidak ada dokumentasi bulan dan tahun, sehingga susah melacak album tertentu dikeluarkan tahun berapa. Bahkan tidak ada juga kata-kata pengantar lainnya. Album mereka baru direkam secara teratur mulai volume VIII setelah ditandatangani kontrak dengan Remaco. Sebelumnya perusahaan yang merekam album-album mereka adalah “Dimita”.
Pada tahun 1972-1976 udara Indonesia benar-benar dipenuhi oleh lagu-lagu Koes Plus. Baik radio atau orang pesta selalu mengumandangkan lagu Koes Plus. Barangkali tidak ada orang-orang Indonesia yang waktu itu masih berusia remaja yang tidak mengenal Koes Plus. Kapan Koes Plus mengeluarkan album baru selalu ditunggu-tunggu pecinta Koes Plus dan masyarakat umum.
Tahun 1972 Koes Plus sempat menjadi band terbaik dalam Jambore Band di Senayan. Semua peserta menyanyikan lagu Barat berbahasa Inggris. Hanya Koes Plus yang berani tampil beda dengan menyanyikan lagu “Derita” dan “Manis dan Sayang”.

Rekor Album

Dari informasi yang dikirim seorang penggemar Koes Plus, ternyata prestasi Koes Plus memang luar biasa. Pada tahun 1974 Koes Plus mengeluarkan 22 album, yaitu terdiri dari album lagu-lagu baru dan album-album "the best" termasuk album-album instrumentalia, yang dibuat dari instrument asli Koes Plus atau rekaman "master" yang kemudian diisi oleh permainan saxophone Albert Sumlang, seorang pemain dari group the Mercy's. Jadi rata-rata mereka mengeluarkan 2 album dalam satu bulan. Tahun 1975 ada 6 album. Kemudian tahun 1976 mereka mengeluarkan 10 album. Mungkin rekor ini pantas dicatat di dalam Guinness Book of Record. Dan hebatnya, lagu-lagu mereka bukan lagu ‘asal jadi’, tetapi memang hampir semua enak didengar. Bukti ini merupakan jawaban yang mujarab karena banyak yang mengkritik lagu-lagu Koes Plus cuma mengandalkan “tiga jurus”: kunci C-F-G.
Karena banyak jasanya dalam pengembangan musik, masyarakat memberikan tanda penghargaan terhadap prestasinya menjadi kelompok legendaris dengan diberikannya tanda penghargaan melalui "Legend Basf Award, tahun 1992.Prestasi yang dimiliki disamping masa pengabdiannya dibidang seni cukup lama, produk hasil ciptaan lagunya pun juga memadai karena sejak tahun 1960 sampai sekarang berhasil menciptakan 953 lagu yang terhimpun dalam 89 album. Prestasi hasil ciptaan lagu untuk periode kelompok Koes Bersaudara sebanyak 203 lagu (dalam 17 album),sedang untuk periode kelompok Koes Plus sebanyak 750 lagu dalam 72 album (Kompas,13 September 2001).
Salah satu anggota Koes Plus mengatakan bahwa mereka dibayar sangat mahal pada masa jayanya. Yon mengungkapkan bahwa pada tahun 1975 mereka manggung di Semarang. "Waktu itu pada tahun 1975, kami telah dibayar Rp 3 juta saat pentas di Semarang," kenang dia. Padahal, saat itu harga sebuah mobil Corona tahun 1975 kira-kira Rp 3,750 juta. Bila dikurs saat ini bayaran tersebut kurang lebih sama dengan Rp 150 juta.(Suara Merdeka, 4 Mei 2001)
Waktu itu, Rp 3,5 juta sangat tinggi, mengingat mobil sedan baru Rp 3 juta. Jika dikurskan dengan nilai uang sekarang, jumlah itu sama dengan Rp 200 juta sampai Rp 300 juta. Jumlah penonton melimpah ruah tidak seperti sekarang, kenang Yon. (Suara Merdeka, 23 Oktober 2001).
Setelah itu popularitas Koes Plus mulai redup. Mungkin karena generasi sudah berganti dan selera musiknya berubah. Koes Plus vakum sementara dan Nomo masuk lagi menggantikan Murry, sekitar akhir 1976-an. Koes Bersaudara terbentuk lagi dan langsung ngetop dengan lagunya “Kembali” yang keluar tahun 1977. Murry bersama groupnya Murry's Group juga cukup menggebrak dengan lagunya “Mamiku-papiku”. Tidak bertahan lama tahun 1978 kembali terbentuk Koes Plus. Lagu barunya, “Pilih Satu” juga langsung populer. Setelah itu keluar lagu “Cinta”, dengan aransemen orchestra, yang benar-benar berbeda dengan lagu Koes Plus yang lain. Kemudian populer juga album melayu mereka yang memuat lagu “Cubit-Cubitan” dan “Panah Asmara”. Tetapi Koes Plus generasi ini tidak lagi sepopuler sebelumnya. Walaupun, kalau disimak lagu-lagu yang lahir setelah 1978, masih banyak lagu mereka yang bagus.
Nasib Koes Plus kini sangat tragis. Seperti kata Yon suatu ketika bahwa Koes Plus hanya besar namanya tetapi tidak punya apa-apa. Ucapan ini memang pas untuk mewakili keadaan personel Koes Plus. Mereka tidak mendapatkan uang dari hasil penjualan kaset yang berisi lagu-lagu lama mereka. Tidak seperti para penyanyi/pemusik masa kini yang gaya hidupnya “wah” karena dari segi finansial pendapatannya sebagai penyanyi/pemusik cukup terjamin. Begitu juga bekas group-group tersohor seperti Beatles, atau Led Zeppelin, mereka hidup dengan enak hanya dari royalti kaset/VCD/CD/DVD yang mereka hasilkan. Sampai anak-anak dan istri mereka pun menikmati kelimpahan finansial ini.
Koes Plus hanya dibayar sekali untuk setiap album yang dihasilkan. Tidak ada royalti, tidak ada tambahan fee untuk setiap CD/kaset yang terjual. Maka tidak heran ketika tahun 1992 Yon harus jualan batu akik untuk menghidupi rumah tangganya. Sementara kaset dan CD lagunya masih laris terjual di Indonesia. Sekarang pun di usianya yang ke-63 Yon dan kawan-kawan (Murry beberapa kali tidak tampil karena sakit) membawa nama Koes Plus harus manggung untuk mendapatkan uang. Dengan sisa-sisa suara dan kekuatannya mereka harus menjual suara dan tenaganya. Yon memang tidak merasakan ini sebagai beban. Dia bersyukur lagunya masih dicintai orang. Tetapi kita prihatin mendengar kabar seperti ini.

KOES PLUS, Legenda Yang Tak Pernah Terlupakan



Koes Plus adalah grup musik Indonesia yang dibentuk pada tahun 1969 sebagai kelanjutan dari grup Koes Bersaudara. Grup musik yang terkenal pada dasawarsa 1970-an ini sering dianggap sebagai pelopor musik pop dan rock 'n roll di Indonesia. Sampai sekarang, grup musik ini kadang masih tampil di pentas musik membawakan lagu-lagu lama mereka, walaupun hanya tinggal dua anggotanya (Yon dan Murry) yang aktif.

Lagu-lagu mereka banyak dibawakan oleh pemusik lain dengan aransemen baru. Sebagai contoh, Lex's Trio membuat album yang khusus menyanyikan ulang lagu-lagu Koes Plus, Cintamu T'lah Berlalu yang dinyanyikan ulang oleh Chrisye, serta Manis dan Sayang yang dibawakan oleh Kahitna.

Koes Bersaudara

1. John Koeswoyo
2. Tonny Koeswoyo
3. Yon Koeswoyo
4. Yok Koeswoyo
5. Nomo Koeswoyo

Koes Bersaudara

1. Tonny Koeswoyo
2. Yon Koeswoyo
3. Yok Koeswoyo
4. Nomo Koeswoyo

'setelah keluar dari penjara'

Koes Plus

1. Tonny Koeswoyo
2. Yon Koeswoyo
3. Yok Koeswoyo
4. Murry

Perjalanan karir

Kelompok ini dibentuk pada tahun 1969, sebagai kelanjutan dari kelompok “Koes Bersaudara”. Koes Bersaudara menjadi pelopor musik pop dan rock 'n roll, bahkan pernah dipenjara karena musiknya yang dianggap mewakili aliran politik kapitalis. Di saat itu sedang garang-garangnya gerakan anti kapitalis di Indonesia.

Era Orde Lama

Pada Kamis 1 Juli 1965, sepasukan tentara dari Komando Operasi Tertinggi (KOTI) menangkap kakak beradik Tony, Yon, dan Yok Koeswoyo dan mengurung mereka di LP Glodok, kemudian Nomo Koeswoyo atas kesadaran sendiri, datang menyusul. Adik Alm Tony Koeswoyo itu rupanya memilih "mangan ora mangan kumpul" ketimbang berpisah dari saudara-saudara tercinta. Adapun kesalahan mereka adalah karena selalu memainkan lagu - lagu The Beatles yang dianggap meracuni jiwa generasi muda saat itu. Sebuah tuduhan tanpa dasar hukum dan cenderung mengada ada, mereka dianggap memainkan musik "ngak ngek ngok" istilah Pemerintahan berkuasa saat itu, musik yg cenderung imperialisme pro barat. Dari penjara justru menghasilkan lagu-lagu yang sampai saat sekarang tetap menggetarkan, "Didalam Bui", "jadikan aku dombamu", "to the so called the guilties", dan "balada kamar 15". 29 September 1965, sehari sebelum meletus G 30 S-PKI, mereka dibebaskan tanpa alasan yang jelas.belakangan setelah Peristiwa itu berlalu,Koes Bersaudara yang masih hidup dan menginjak usia tua melakukan testimoni di depan pemirsa acara talkshow KICK ANDY (Metro TV)pada akhir 2008 bahwa di balik penangkapan mereka sebenarnya pemerintahan Soekarno menugaskan mereka dalam sebuah operasi Kontra Intelejen guna mendukung gerakan Ganyang Malaysia.

Dari Koes Bersaudara menjadi Koes Plus

Dari kelompok Koes Bersaudara ini lahir lagu-lagu yang sangat populer seperti “Bis Sekolah”,“ Di Dalam Bui”, “Telaga Sunyi”, “Laguku Sendiri” dan masih banyak lagi. Satu anggota Koes Bersaudara, Nomo Koeswoyo keluar dan digantikan Murry sebagai drummer. Walaupun penggantian ini awalnya menimbulkan masalah dalam diri salah satu personalnya yakni Yok yang keberatan dengan orang luar. Nama Bersaudara seterusnya diganti dengan Plus, artinya plus orang luar: Murry.

Sebenarnya lagu-lagu Koes Bersaudara lebih bagus dari segi harmonisasi ( seperti lagu “Telaga Sunyi”, “Dewi Rindu” atau “Bis Sekolah”) dibanding lagu-lagu Koes Plus. Saat itu Nomo, selain bermusik juga mempunya pekerjaan sampingan. Sementara Tonny menghendaki totalitas dalam bermusik yang membuat Nomo harus memilih. Akhirnya Koes Bersaudara harus berubah. Kelompok Koes Plus dimotori oleh almarhum Tonny Koeswoyo (anggota tertua dari keluarga Koeswoyo). Koes Plus dan Koes Bersaudara harus dicatat sebagai pelopor musik pop di Indonesia. Sulit dibayangkan sejarah musik pop kita tanpa kehadiran Koes Bersaudara dan Koes Plus.

Tradisi membawakan lagu ciptaan sendiri adalah tradisi yang diciptakan Koes Bersaudara. Kemudian tradisi ini dilanjutkan Koes Plus dengan album serial volume 1, 2 dan seterusnya. Begitu dibentuk, Koes Plus tidak langsung mendapat simpati dari pecinta musik Indonesia. Piringan hitam album pertamanya sempat ditolak beberapa toko kaset. Mereka bahkan mentertawakan lagu “Kelelawar” yang sebenarnya asyik itu.

Kemudian Murry sempat ngambek dan pergi ke Jember sambil membagi-bagikan piringan hitam albumnya secara gratis pada teman-temannya. Dia bekerja di pabrik gula sekalian main band bersama Gombloh dalam grup musik Lemon Trees. Tonny yang kemudian menyusul Murry untuk diajak kembali ke Jakarta. Baru setelah lagu “Kelelawar” diputar di RRI orang lalu mencari-cari album pertama Koes Plus. Beberapa waktu kemudian lewat lagu-lagunya “Derita”, “Kembali ke Jakarta”, “Malam Ini”, “Bunga di Tepi Jalan” hingga lagu “Cinta Buta”, Koes Plus mendominasi musik Indonesia waktu itu.

Kiblat Musik Pop Indonesia

Dengan adanya tuntutan dari produser perusahaan rekaman maka group-group lain yang “seangkatan” seperti Favourites, Panbers, Mercy's, D'Lloyd menjadikan Koes Plus sebagai “kiblat”, sehingga group-group ini selalu meniru apa yang dilakukan Koes Plus, pembuatan album di luar pop Indonesia, seperti pop melayu dan pop jawa menjadi trend group-group lain setelah Koes Plus mengawalinya.

"Seandainya kelompok ini lahir di Inggris atau AS bukan tidak mungkin akan menggeser popularitas Beatles"[rujukan?]

“Lagu Nusantara I” (Volume 5), “Oh Kasihku” (Volume 6), “Mari-Mari” (Volume 7), “Diana” dan “Kolam Susu” ( Volume 8) merajai musik pop waktu itu. Puncak kejayaan Koes Plus terjadi ketika mereka mengeluarkan album Volume 9 dengan lagu yang sangat terkenal “Muda-Mudi” (yang diciptakan Koeswoyo, bapak dari Tonny, Yon dan Yok). Disusul lagu “Bujangan” dan “Kapan-Kapan” dari volume 10. Masih berlanjut dengan lagu “Nusantara V” dari album Volume 11 dan “Cinta Buta” dari album Volume 12.

Bersamaan dengan itu Koes Plus juga mengeluarkan album pop Jawa dengan lagu yang dikenal dari tukang becak, ibu-ibu rumah tangga, hinga anak-anak muda, yaitu “Tul Jaenak” dan “Ojo Nelongso”. Belum lagi lagu mereka yang berirama melayu seperti “Mengapa”, “Cinta Mulia” dan lagu keroncongnya yang berjudul “Penyanyi Tua”. Sayang sekali di setiap album yang mereka keluarkan tidak ada dokumentasi bulan dan tahun, sehingga susah melacak album tertentu dikeluarkan tahun berapa. Bahkan tidak ada juga kata-kata pengantar lainnya. Album mereka baru direkam secara teratur mulai volume VIII setelah ditandatangani kontrak dengan Remaco. Sebelumnya perusahaan yang merekam album-album mereka adalah “Dimita”.

Pada tahun 1972-1976 udara Indonesia benar-benar dipenuhi oleh lagu-lagu Koes Plus. Baik radio atau orang pesta selalu mengumandangkan lagu Koes Plus. Barangkali tidak ada orang-orang Indonesia yang waktu itu masih berusia remaja yang tidak mengenal Koes Plus. Kapan Koes Plus mengeluarkan album baru selalu ditunggu-tunggu pecinta Koes Plus dan masyarakat umum.

Tahun 1972 Koes Plus sempat menjadi band terbaik dalam Jambore Band di Senayan. Semua peserta menyanyikan lagu Barat berbahasa Inggris. Hanya Koes Plus yang berani tampil beda dengan menyanyikan lagu “Derita” dan “Manis dan Sayang”.