info sangat menarik kita baca di portal berita hari ini 'Situs whistleblower' WikiLeaks kembali menarik perhatian karena membocorkan kawat-kawat diplomatik pemerintah AS di seluruh dunia. Bahkan WikiLeaks rencananya akan membocorkan 3.000 dokumen lebih dari Kedubes AS di Jakarta. Apa kira-kira isinya?”
Kita tahu bahwa saat ini Wikileaks telah banyak membocorkan berbagai classified information (info rahasia) yang sangat merepotkan pemerintah AS, berbagai hal telah dialami pengelola Wikileaks dari mulai ancaman sampai penyerangan situs secara DoS Attack (Denial of Service Attack), yaitu suatu serangan yang tidak merusak server melainkan membuatnya begitu sibuk sehingga tidak mampu lagi menangani akses terhadap server Wikileaks yang pada akhirnya menghambat orang yang ingin tahu isi WikiLeaks.
Dengan rencana Wikileaks tersebut tentu seluruh pemerintah Indonesia (dari zaman Soekarno sampai SBY) dan para dubes AS di Indonesia (dari dulu sampai sekarang) pasti khawatir atas terbukanya informasi rahasia tersebut. Pasalnya semua hal yang melibatkan pemerintah AS bisa terungkap dari mulai ekonomi, politik, dan hubungan internasional.
Informasi rahasia itu bisa mengenai pemerintah AS itu sendiri, atau pemerintah Indonesia yang ditemui kedubes AS maupun informasi yang merupakan kerjasama AS dengan pemerintah dan intelijen Indonesia.
Bila hal ini terjadi pada zaman orde baru bisa diyakini pemerintah langsung melakukan pemblokiran akses ke Wikileaks (tapi kan zaman itu Internet belum marak seperti sekarang). Namun pada saat ini yang dihadapi pemerintah Indonesia cukup dilematik karena selama ini toh situs tersebut tidak diblokir, bila kini tahu-tahu ada pemblokiran tentu akan membuat masyarakat lebih bertanya-tanya dan lebih curiga.
Dengan teknologi ICT saat ini, walau pemerintah melakukan pemblokiranpun terhadap situs tersebut, maka situs itu tetap dapat mudah diakses oleh mereka yang mempunyai pengetahuan telematika tingkat menengah (tidak perlu yang canggih).
Selain itu, walau misal pemerintah tetap nekat melaukan pemblokiran, perlu diketahui ada ratusan juta orang diluar Indonesia yang dapat dengan mudah mengakses Wikileaks dan mereka dengan mudah bisa melakukan screen capture informasi dari Wikileaks tersebut lalu mengirimkannya dengan format non text (berupa gambar) ke rekannya di Indonesia dalam file format PDF, GIF, JPG.
Tentu cara ini sulit dideteksi secara otomatis pada institusi pengelola jaringan di Indonesia seperti IIX, ISP, NAP, ID-SIRTII, dan lain sebagainya. Sehingga penyaringan harus dilakukan secara manual yang tentu akan memakan banyak effort dan resources dan cara itu pasti sulit (baca: melelahkan tetapi dengan hasil yang tidak efektif).
Pemblokiarn WikiLeaks Akan Sia-Sia
Dengan kemungkinan diatas, tentu hampir bisa dikatakan pemblokiran akses ke Wikileaks akan sia-sia. Dengan demikian semua pihak yang terkait dengan bocoran informasi dari Wikileaks tersebut dan terbukti memegang suatu peran penting pada isu tersebut pasti harus pasang ancang-ancang menghadapi serangan lawan politik yang akan memanfaatkan informasi tersebut untuk menjatuhkannya.
Tujuannya pasti dikemas dengan kata-kata "demi kepentingan nasional". Tetapi pada dasarnya untuk saling menjatuhkan antar individu dari mulai kelompok didalam partai sampai antar partai dan ultimate goalnya sudah jelas: mengincar kemenangan pada pemilu 2014.
Dan memang beginilah yang terjadi di negara kita dimana suatu informasi yang seyogyanya diterima dan dicerna dengan penuh kedewasaan serta tanggung jawab untuk kepentingan nasional, tetapi justru digunakan untuk sekedar saling menjatuhkan lawan politik.
Bisa dibayangkan dengan proses yang berkepanjangan membuat PR bagi semua pihak yang terlibat urusan peradilan dan konstitusi akan disibukan dengan ribuan isu (3000 isu itu banyak bukan). Dan pasti pada akhirnya akan ada banyak negosiasi untuk kepentingan tertentu yang justru bisa mementahkan berbagai isu yang kini sedang ditangani peradilan, misal satu isu dari Wikileaks sudah cukup untuk membuat suatu kasus korupsi mendapat surat yang lebih indah dari surat cinta yaitu SP3 (Surat Perintah Penghetian Penghentian Penyidikan).
Bisa dibayangkan setidaknya ada 3000 orang dari 6 rezim kini sedang berdebar-debar atas setiap bocoran dari Wikileaks tersebut. Dan nama yang akan terseret bisa lebih banyak lagi.
Lalu adakah cara yang bisa dilakukan untuk menutupinya? Karena isu ini merupakan data berbasis teknologi Telematika (yang selalu bisa mengungkap banyak hal) maka bisa saya pastikan kuncinya bukan pada end-point (titik penerima), melainkan pada starting-point (pengirim / pelansir) jadi kuncinya hanya ada pada pengelola Wikileaks itu sendiri.
Saat mereka sudah melansir informasi tersebut maka terbukalah kasusnya. Lalu apa yang bisa dilakukan? Ya menunggu (bagi yang menunggu), deg-degan (bagi yang merasa banyak urusan dengan kedubes AS).
Dan berhubung kita hidup pada era informasi dimana Telematika menjadi basis utama penyampai informasi sungguh tidak perlu lagi memblokir informasi karena akan sia-sia.
Yang patut disayangkan adalah rencana dari Wikileaks tersebut setidaknya akan melukai hubungan Indonesia-AS yang sedang harmonis-harmonisnya sejak kedatangan Presiden Obama.
Kita tahu bahwa saat ini Wikileaks telah banyak membocorkan berbagai classified information (info rahasia) yang sangat merepotkan pemerintah AS, berbagai hal telah dialami pengelola Wikileaks dari mulai ancaman sampai penyerangan situs secara DoS Attack (Denial of Service Attack), yaitu suatu serangan yang tidak merusak server melainkan membuatnya begitu sibuk sehingga tidak mampu lagi menangani akses terhadap server Wikileaks yang pada akhirnya menghambat orang yang ingin tahu isi WikiLeaks.
Dengan rencana Wikileaks tersebut tentu seluruh pemerintah Indonesia (dari zaman Soekarno sampai SBY) dan para dubes AS di Indonesia (dari dulu sampai sekarang) pasti khawatir atas terbukanya informasi rahasia tersebut. Pasalnya semua hal yang melibatkan pemerintah AS bisa terungkap dari mulai ekonomi, politik, dan hubungan internasional.
Informasi rahasia itu bisa mengenai pemerintah AS itu sendiri, atau pemerintah Indonesia yang ditemui kedubes AS maupun informasi yang merupakan kerjasama AS dengan pemerintah dan intelijen Indonesia.
Bila hal ini terjadi pada zaman orde baru bisa diyakini pemerintah langsung melakukan pemblokiran akses ke Wikileaks (tapi kan zaman itu Internet belum marak seperti sekarang). Namun pada saat ini yang dihadapi pemerintah Indonesia cukup dilematik karena selama ini toh situs tersebut tidak diblokir, bila kini tahu-tahu ada pemblokiran tentu akan membuat masyarakat lebih bertanya-tanya dan lebih curiga.
Dengan teknologi ICT saat ini, walau pemerintah melakukan pemblokiranpun terhadap situs tersebut, maka situs itu tetap dapat mudah diakses oleh mereka yang mempunyai pengetahuan telematika tingkat menengah (tidak perlu yang canggih).
Selain itu, walau misal pemerintah tetap nekat melaukan pemblokiran, perlu diketahui ada ratusan juta orang diluar Indonesia yang dapat dengan mudah mengakses Wikileaks dan mereka dengan mudah bisa melakukan screen capture informasi dari Wikileaks tersebut lalu mengirimkannya dengan format non text (berupa gambar) ke rekannya di Indonesia dalam file format PDF, GIF, JPG.
Tentu cara ini sulit dideteksi secara otomatis pada institusi pengelola jaringan di Indonesia seperti IIX, ISP, NAP, ID-SIRTII, dan lain sebagainya. Sehingga penyaringan harus dilakukan secara manual yang tentu akan memakan banyak effort dan resources dan cara itu pasti sulit (baca: melelahkan tetapi dengan hasil yang tidak efektif).
Pemblokiarn WikiLeaks Akan Sia-Sia
Dengan kemungkinan diatas, tentu hampir bisa dikatakan pemblokiran akses ke Wikileaks akan sia-sia. Dengan demikian semua pihak yang terkait dengan bocoran informasi dari Wikileaks tersebut dan terbukti memegang suatu peran penting pada isu tersebut pasti harus pasang ancang-ancang menghadapi serangan lawan politik yang akan memanfaatkan informasi tersebut untuk menjatuhkannya.
Tujuannya pasti dikemas dengan kata-kata "demi kepentingan nasional". Tetapi pada dasarnya untuk saling menjatuhkan antar individu dari mulai kelompok didalam partai sampai antar partai dan ultimate goalnya sudah jelas: mengincar kemenangan pada pemilu 2014.
Dan memang beginilah yang terjadi di negara kita dimana suatu informasi yang seyogyanya diterima dan dicerna dengan penuh kedewasaan serta tanggung jawab untuk kepentingan nasional, tetapi justru digunakan untuk sekedar saling menjatuhkan lawan politik.
Bisa dibayangkan dengan proses yang berkepanjangan membuat PR bagi semua pihak yang terlibat urusan peradilan dan konstitusi akan disibukan dengan ribuan isu (3000 isu itu banyak bukan). Dan pasti pada akhirnya akan ada banyak negosiasi untuk kepentingan tertentu yang justru bisa mementahkan berbagai isu yang kini sedang ditangani peradilan, misal satu isu dari Wikileaks sudah cukup untuk membuat suatu kasus korupsi mendapat surat yang lebih indah dari surat cinta yaitu SP3 (Surat Perintah Penghetian Penghentian Penyidikan).
Bisa dibayangkan setidaknya ada 3000 orang dari 6 rezim kini sedang berdebar-debar atas setiap bocoran dari Wikileaks tersebut. Dan nama yang akan terseret bisa lebih banyak lagi.
Lalu adakah cara yang bisa dilakukan untuk menutupinya? Karena isu ini merupakan data berbasis teknologi Telematika (yang selalu bisa mengungkap banyak hal) maka bisa saya pastikan kuncinya bukan pada end-point (titik penerima), melainkan pada starting-point (pengirim / pelansir) jadi kuncinya hanya ada pada pengelola Wikileaks itu sendiri.
Saat mereka sudah melansir informasi tersebut maka terbukalah kasusnya. Lalu apa yang bisa dilakukan? Ya menunggu (bagi yang menunggu), deg-degan (bagi yang merasa banyak urusan dengan kedubes AS).
Dan berhubung kita hidup pada era informasi dimana Telematika menjadi basis utama penyampai informasi sungguh tidak perlu lagi memblokir informasi karena akan sia-sia.
Yang patut disayangkan adalah rencana dari Wikileaks tersebut setidaknya akan melukai hubungan Indonesia-AS yang sedang harmonis-harmonisnya sejak kedatangan Presiden Obama.
detiknet.com
No comments:
Post a Comment