Gunung Merapi Terus Menurun

 Memasuki 2011, fase erupsi Gunung Merapi berakhir. Seismograf di Kantor Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta, dalam beberapa hari terakhir hingga, Ahad (2/1) bergerak stabil dan cenderung membentuk garis lurus.

Hal itu menandakan aktivitas vulkanik di puncak Merapi semakin menurun. Hampir tidak ada lagi gempa vulkanik ataupun guguran material dari puncak Merapi. Sedangkan dari pengamatan visual, di puncak kawah Merapi juga sudah tidak lagi terlihat adanya kubah lava.

Ini menandakan tidak ada lagi pergerakan magma dari perut bumi menuju ke kawah. Kini, sejak beberapa waktu lalu, status Gunung Merapi telah turun, dari siaga menjadi waspada.

sumber : http://berita.liputan6.com

Bersih Justru Mendatangkan Penyakit

Menurut penelitian University of Michigan School of Public Health, anak muda yang terlalu sering menggunakan sabun antibakteri mengandung triclosan bisa jadi malah menderita lebih banyak alergi.
Triclosan adalah senyawa kimia yang digunakan secara luas dalam produk seperti sabun antibakteri dan odol. Sebenarnya bahan kimia ini berada dalam golongan bahan yang merusak lingkungan—disebut endrocrine-disrupting compounds (EDCs)—yang dipercaya memiliki akibat negatif terhadap kesehatan manusia dengan cara meniru atau memengaruhi hormon.
Peneliti juga menemukan bahwa orang di bawah 18 tahun dengan tingkat ekspos tricosan yang lebih tinggi cenderung lebih sering dilaporkan mengalami alergi dan hay fever. Kini mulai dikhawatirkan bahwa EDCs ini berbahaya terhadap manusia pada tingkat rendah.
“Penemuan triclosan dalam kelompok umur yang lebih muda mendukung ‘hygiene hypothesis’ yang berarti hidup dalam lingkungan yang amat bersih dan higienis bisa memengaruhi ekspos terhadap mikro organisme yang penting bagi pertumbuhan sistem imunitas,” ujar Allison Aiello, associate professor pada U-M School of Public Health dan peneliti utama jurusan ini.
Sebagai agen antimikroba yang banyak ditemukan di banyak produk rumah tangga, triclosan bisa jadi memainkan peran dalam mengubah mikro organisme yang memapar kita dengan suatu cara yang justru memengaruhi perkembangan sistem imunitas kita.

Bahaya Sinar Laser

Free Image Hosting at www.ImageShack.us
Sinar laser yang mengganggu pemain Indonesia membuat wasit terpaksa menghentikan sementara pertandingan pertama final Piala AFF 2010, Minggu (26/12), antara Malaysia melawan Indonesia. Laser apakah itu? Berbahayakah?
Sinar laser berbeda dengan sinar biasa. Sinar laser itu cuma punya panjang gelombang warna tertentu. Dengan kata lain, cuma punya 1 warna. Sinar laser juga koheren, setiap fotonnya bergerak bersamaan dengan foton lainnya. Sifat lain yang membedakan dengan sinar lainnya adalah sinar laser tidak tersebar, tapi memancar sempit pada satu arah dengan kuat.
Karena pancarannya yang kuat itulah, sinar laser yang dipancarkan dari bangku penonton bisa sampai ke wajah Markus Haris Maulana, penjaga gawang utama tim nasional Indonesia, di lapangan. Sinar berwarna hijau itu beberapa kali terlihat jelas di wajah Markus saat bola mati di sekitar gawangnya.
Sinar laser itu diperkirakan berasal dari pena laser yang biasa digunakan untuk membantu pembicara dalam presentasi. Pena laser umumnya berwarna merah atau hijau. Menurut Bambang Widyatmoko, Kepala Puslit Fisika LIPI, sinar warna hijau memiliki intentsitas lebih tinggi daripada warna merah. "Sinar laser hijau yang berasal dari alat pointer memiliki diameter kecil, sehingga menyilaukan mata," kata Bambang kepada mediaindonesia.com. Selain itu, sinar hijau bisa mencapai jarak 30 hingga 50 meter.
Tingkat bahaya yang dihasilkan oleh sinar laser tersebut harus diketahui lebih lanjut dengan mengukur daya yang dihasilkannya. Umumnya, pena laser hanya berdaya 1-5 mW, sehingga aman digunakan.
Laser memiliki 4 kelas berkaitan dengan tingkat bahayanya. Kelas 1 adalah tingkat aman, karena sinar yang diproduksi berada dalam tempat yang tertutup. Contohnya adalah pemutar CD atau DVD. Kelas berikutnya, kelas 1M, juga aman kecuali saat melewati alat pembesar seperti mikroskop dan teleskop.
Kelas 2 adalah tingkat aman dalam penggunaan normal. Kedipan mata dapat membatasi pencahayaan hingga tidak lebih dari 0,25 detik. Pencahayaan sengaja dengan terus-menerus dapat membuat kerusakan mata. Kelas 2M juga masih tingkat aman selama tidak melewati alat pembesar.
Kelas berikutnya, kelas 3R adalah laser yang harus ditangani dengan hati-hati. Selanjutnya, kelas 3B merupakan laser yang berbahaya jika mata terpapar secara langung. Namun, kalau laser masih harus melewati penghalang, seperti kertas, laser kelas ini tidak berbahaya. Perangkat dengan label kelas 3B harus dilengkapi dengan sakelar dan kunci pengaman.
Kelas terakhir, kelas 4 dapat membakar kulit dan merusak mata secara permanen jika terpapar langsung. laser kelas ini juga membakar material yang mudah terbakar. Laser kelas 4 harus dilengkapi dengan sakelar dan kunci pengaman. Sebagian besar laser di kelas ini digunakan untuk hiburan, industri, sains, militer, dan medis.
Laser sendiri merupakan singkatan dari Light Amplification by Stimulated Emission of Radiation. Cahaya yang dimaksud adalah radiasi elektromagnetik dari berbagai frekuensi, yang terlihat maupun tidak terlihat.
Laser mulai diperkenalkan pada 1960 oleh Theodore Maiman meskipun penelitian tentang laser telah dilakukan beberapa tahun sebelumnya. Kini, laser dimanfaatkan untuk berbagai hal, seperti kepentingan medis, elektronik, teknologi, militer, dan produk-produk komersial... serta sepak bola.

sumber : http://nationalgeographic.co.id/

Ukuran Otak Tentukan Kemampuan Bergaul

Penelitian mengungkapkan, kemungkinan besarnya otak di bagian tertentu bikin seseorang punya banyak teman.
Penelitian tersebut menghubungkan bagian otak bernama amigdala dengan kemampuan orang bersosialisasi. Amigdala adalah sekelompok saraf yang pada otak vertebrata terletak pada bagian medial temporal lobe. Amigdala diyakini sebagai bagian otak yang berperan dalam pengolahan dan ingatan.
Amigdala yang lebih besar membuat individu lebih efektif dalam mengidentifikasi, mempelajari, dan menyadari emosi sehingga orang dapat mengembangkan strategi untuk bekerja sama dan bersaing.
Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Nature pada 26 Desember tersebut menguji volume amigdala berdasarkan ukuran dan menghubungkannya dengan kelompok sosial suatu individu. Penelitian ini melibatkan 58 partisipan dengan usia antara 19 hingga 83 tahun.
Hipotesis menyatakan, hidup dalam kelompok sosial yang lebih besar dan kompleks memerlukan wilayah otak yang lebih luas dengan kapasitas lebih besar. Hasil analisis penelitian ini menunjukkan, orang dengan jaringan sosial yang besar dan lebih kompleks memiliki volume amigdala yang lebih besar. Selain itu, partisipan yang lebih tua rata-rata memiliki volume amigdala yang lebih kecil daripada partisipan yang lebih muda.
"Penemuan ini menunjukkan kaitan awal antara volume amigdala dan karakteristik jaringan sosial. Penelitian ini sejalan dengan hipotesis bahwa amigdala primata mengalami perkembangan di bawah tekanan kehidupan sosial yang semakin kompleks," tulis laporan penelitian berjudul Amigdala Volume and Social Network Size in Human ini.
Para peneliti dalam studi ini menegaskan, hubungan volume amigdala dengan kemampuan sosial harus diteliti lebih lanjut dan menjadi penemuan awal untuk penelitian berikutnya.