Apa yang anda pikirkan jika saya katakan “santet” di depan anda?. Saya yakin jawabanya adalah Banyuwangi, Jaran Goyang, balas dendam, atau bahkan pembunuhan. Ya…santet tidak lepas dari Banyuwangi, bahkan mungkin bisa di katakan identik dengan Kabupaten yang terletak di ujung paling timur pulau jawa ini. Dan umumnya, santet mempunyai streotipe yang buruk di kalangan luar masyarakat Banyuwangi (atau bahkan mungkin sebagian besar masyarakat Banyuwnagi juga berpikir sama), dan di anggap sebagai “alat pembunuh” yang aman karena tidak meninggalkan jejak.
Catatan kecil ini bukan pembelaan atas keberadaan santet di Banyuwangi, tapi merupakan sebuah pembenaran pelurusan makna yang selama ini mempunyai streotipe buruk di kalangan masyarakat umum. Umumnya, masyarakat Jawa membagi ilmu kanuragan menjadi dua bagian yaitu ilmu hitam dan ilmu putih. Ilmu hitam tentu saja ilmu yang mencelakakan manusia, dan sebagai penyeimbangnya tentu saja ilmu putih yang menetralisir keberadaan ilmu hitam. Hal ini berbeda dengan Suku Using Banyuwangi, Mereka tidak hanya mengenal 2 tapi ada 4 ilmu kebatinan yaitu (1) Ilmu hitam : ilmu yang berefek negative ,mencelakakan orang dan membunuh orang (2) Ilmu merah : ilmu yang dimanfaatkan menarik lawan jenis , dan lebih berkompeten pada seksual. (3) Ilmu kuning : ilmu untuk kewibawaan menghadapi bawahan atau masyarakat umum.(4) Ilmu Putih: Ilmu yang menangkal ketiga ilmu tersebut. Nah……santet, khususnya Jaran Goyang masuk kedalam ilmu yang ke tiga yaitu ilmu yang lebih menjurus ke arah seksual, ilmu pengasihan atau dalam ajaran Islam dikenal dengan ajaran Mahabbah.
Intinya, santet bukanlah ilmu hitam atau ilmu tenung yang digunakan untuk membunuh orang.
Santet merupakan salah satu “ jalan keluar ‘ untuk menyelesaikan masalah , saat penyelesaian secara formal tidak bisa dilakukan. Santet merupakan salah satu bagian ilmu kebatinan yang dipercaya masyarakat Using. Stigma masyarakat pasti memasukkan santet pada ilmu hitam. Padahal santet merupakan bagian dari ilmu merah , yang lebih mengacu pada pemanfaatan untuk menarik lawan jenis. Tapi streotipe santet sudah terlanjur buruk dalam paradigma masyarakat. Apalagi diperkuat dengan isu inja dan santet yang terjadi di wilayah basis NU Jawa Timur terutama di Banyuwangi tahun 1996.
Santet merupakan akronim dari mesisan banthet (sekalian rusak) dan mesisan ganthet (sekalian bergabung). Santet dalam perspektif “sekalian rusak” , saat memisahkan dua pasangan yang saling mencintai. Sedangkan santet dalam perspektif “sekalian bergabung “, saat menyatukan dua orang yang tidak saling mencintai. Seperti masyarakat jawa pada umumnya, dalam hal perjodohan masyarakat Using lebih baik mendapatkan jodoh yang masih berkerabat. Masing-masing anak akan dijodohkan. Santet prespketif “sekalian rusk” akan dilakukan jika salah satu anak telah mempunyai kekeasih, dan perspektif “sekalian bergabung” adalah untuk menyatukan kedua anak yang telah dijodohkan. Dari sebuah tradisi keluarga inilah kemudian, budaya santet berkembang di lingkungan masyarakat umum.
Terkait dengan nama Jaran Goyang yang dikenal sebagi salah satu nama ilmu santet tidak ada keterangan resmi. Namun ada dua alasan mengapa dinamakan Jaran Goyang. (1) Jaran Goyang adalah salah satu nama pasukan perempuan yang dipimpin oleh Sayu Wiwit dalam peperangan Puputan Bayu pada ahun 1771. Dan nama Jaran goyang diambil, karena kebanyakan “korban” santet Jaran goyang adalah perempuan. Walaupun tidak menutup kemungkinan, laki-laki juga bisa menjadi “korban”-nya. (2) Nama Jaran Goyang diambil, karena “korban” Santet Jaran goyang biasanya berperilakuan seperti kuda dalam masa birahi. Melakukan hal yang terkadang tidak masuk akal dan cenderung “berani” terutama menghadapi lawan jenisnya. Bahkan, tak jarang sang “korban” mendatangi “pelaku” untuk menyatakan cintanya.
Penerapan santet Jaran Goyang, biasanya mengggunakan media seperti photo, rambut, tanggal lahir, ataupun potongan kuku dan biasanya dilakukan oleh pihak ketiga. Padahal, santet Jaran Goyang akan lebih kuat jika di lakoni sendiri. Tapi perubahan jaman, seperti tidak sabarnya pelaku untuk melakukan beberapa ritual, maka menyerahkan semuanya pada pihak ketiga, yaitu dikenal dengan dukun santet. Menurut salah satu dukun santet (yang pernah ditemui penulis), media-media yang ada sebenarnya hanya digunakan sebagai sugesti agar ilmu pengasihan jatuh pada orang yang tepat. Namun ada beberapa waktu yang tepat untuk merapalkan mantra, seperti diatas jam 12 malam. Karena pada saat itu , tubuh manusia dalam keadaan “kosong”. Sehingga mudah di “masuki:
Beberapa mantra yang mengatasnamakan “santet jaran goyang” di masyarakat Using cukup banyak. Hal ini sesuai dengankepercayaan masyarakat pada teks mantra santet jaran goyang yang berbeda-beda. Sugestilah yang memperkuat efek santet Jaran Goyang. Salah satu mantra yang didapatkan oleh penulis adalah
Sun matek aji-ajiku si jaran goyang
Tak goyang ring tengahe latar
Pet sabetake lemah bongkah
Pet sabetake segoro asat
Pet sabetake gunung gugur
Pet sabetake si jabang bayine………………(sebut nama)
Cep sido cep Sido edan
Yen dudu aku sing nambani
Kersaning allah ta’ala
Lailahaillah……
(ada satu baris yang sengaja tidak ditulis)
Mantra di atas, di dapatkan penulis di wilayah desa Kemiren. Saat memberitahukannya, sang dukun melarang untuk direkam atau ditulis. Alasannya jika Dukun tersebut membacakannya selama 3 kali, dan penulis langsung hapal, maka mantra tersebut “cocok” dengan penulis. (alasan yang sebenarnya tidak masuk secara logika, tapi kenyataannya pada bacaan ke dua penulis sudah hapal di luar kepala). Tinggal merapalkannya tiap malam dengan memfokuskan diri pada satu orang. Hanya dalam hitungan hari, seperti ada sebuah jalan yang akan menyatukan dua hati.
Efek dari santet Jaran goyang bermacam-macam, 3 hari, 7 hari atau bahkan sampai 40 hari atau seumur hidup. Namun dengan catatan harus terus diperbaharui dalam waktu-waktu tertentu.
Ada beberapa cirri-ciri orang yang terkena santet Jaran Goyang, salah satunya adalah perubahan perasaan dan perilaku secara drastis. Mengekspresikan diri scara berlebihan seperti menangis, tertawa atau bahkan melamun tanpa alasan yang tidak jelas. Pandangan sedikit kosong dan sedikit tidak nyambung kalau di ajak berbicara serius (bahasa using : lengek). Jika efek Jaran goyang ringan, maka sang korban bisa merasakannya sendiri secara langsung bisa menangkalnya seorang sendiri. Konon, salah satu caranya adalah bercermin pada air sambil mencaci maki nama orang yang diperkirakan mengirim ilmu santet padanya. Namun jika efek yang di timbulkan Santet Jaran Goyang sudajh cukup kuat, sebaiknya meminta bantuan pihak ketiga yaitu dukun santet. Disinilah, ilmu putih yang dimilki oleh suku Using yang akan di fungsikan. Ada catatan penting, yaitu santet jaran Goyang akan sulit di terapkan jika antara korban dan pelaku di pisahkan oleh lautan.
Santet bisa diumpamakan sebuah pisau , terserah siapa yang menggunakan. Pisau akan berfungsi baik jika berada di tangan juru masak. Dan menjadi alat berbahaya jika digunakan oleh seorang pembunuh. Termasuk juga ilmu santet. Ada mudharat dan manfaatnya juga. Tergantung siapa yang “merapalkannya”.
Ingin mencobanya????? Silahkan tapi anda juga harus siap menerima efeknya walaupun anda adalah pelakunya. Percaya dengan hukum karma!